![]() |
Laili Nuzuli Annuur |
Persoalan
mengenai kepemimpinan perempuan dalam Islam sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Sebagian besar masyarakat memandang bahwa seorang perempuan yang
menjadi pemimpin tidak layak karena mendahului kaum laki-laki, dan di
lain pihak juga banyak yang menentang karena permasalahan gender. Masyarakat
telah banyak yang mendengar wacana yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa
laki-laki adalah pemimpin perempuan.
Di
sisi lain, seorang ilmuwan yang bernama Plato mengatakan bahwa tidak ada
namanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, dari segi kemanusiaan.
Apabila kaum perempuan hanya diibaratkan sebagai ibu rumah tangga yang hanya
mengurus suami dan mendidik anak saja maka, kaum perempuan selalu akan
tertindas. Dalam realitas masyarakat bahwa perempuan yang bergerak dalam
politik masih kurang. Karena banyak yang beranggapan bahwa seorang perempuan
hanya mempunyai wewenang untuk menjadi seorang istri dan mendidik anak-anaknya
dirumah.
Budaya
patriarki yang menganggap bahwa seorang perempuan itu sangat lemah, tidak
bermanfaat dan doktrin ini yang membelenggu sampai saat ini. Persoalan
kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting dan strategis, karena sangat
menentukan sebuah keluarga, masyarakat, dan bangsa. Budaya seperti itu
perlu dihilanghkan dari benak kaum awam.
Ketika
para ahli berbicara kepemimpinan, sebenarnya tidak banyak yang mempertegas
hubungannya dengan jenis kelamin alias bebas gender. Bahkan, dalam sebuah hadis
juga disebutkan “semua dari kamu adalah pemimpin…” (Al-Hadis). Ajaran Islam ini
tegas menunjukkan bahwa setiap orang (laki-kai dan perempuan) memiliki hak
menduduki posisimanajemen dan keduanya sama-sama dimintai pertanggungjawaban
atas posisi yang diduduki. Individu yang mampu memenuhi pertanggungjawaban
adalah individu yang memiliki kemampuan membawa kepemimpinannya mencapai
tujuan-tujuannya.
Jadi
stressing point kepemimpinan adalah kualitas; dan kualitas dapat dimiliki baik
oleh laki-laki maupun perempuan. Dalam konteks kelembagaan, Luba Chliwniak
mendefinisikan pemimpin sebagai individu-individu yang memiliki visi dan makna
untuk institusi dan memilikiidealisme yang akan dituju dan dicapai oleh
organisasi.Laki-laki dan perempuan bisa sama-sama memiliki visi dan makna untuk
lembaga dan idealisme yang akan dituju organisasi.
Patut
kita renungkan, kisah Ratu Balqis dalam Al-Qur’an seorang pemimpin perempuan
yang di akaui kekuatan dan kearifannya memimpin. Ratu Balqis memang bukanlah
seorang Nabi, tetapi kepemimpinannya diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai sosok
pemimpin yang kuat dan bijak, suka bermusyawarh dan berhasil memakmurkan
negerinya. Walupun Al-Qur’an menyebut Ratu Balqis sebagai pemimpin yang mulanya
fujur dan kafir, tetapi pada akhirnya Ratu Balqis yang diakui keberhasilannya
memimpin itu menjadi Ratu yang beriman di bawah pimpinan Nabi Sulaiman.
Sebelum beriman saja Ratu Balqis mampu memimpin dan memakmurkan negerinya
apalagi setelah beriman bersama Nabi Sulaiman.
Jadi
sangat ironis, jika ada pandangan yang mengharamkan perempuan jadi pemimpin
padahal Al-Qur’an sendiri menyebut Ratu Balqis sebagai pemimpin yang kuat dan
memakmurkan rakyatnya. Mustahil Allah mewahyukan kisah itu sebagi yang patut
diteladani bagi umat-umat di kemudian seandainya Dia mengharamkan perempuan
memimpin. Hal ini menjadi jelas bahwa perempuan itu layak memimpin.
Di
era globalisasi seperti saat ini kita harus tahu bahwa perempuan merupakan
mitra yang sejajar dengan kaum pria dan juga telah mempunyai peran penting
dalam pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan keluarga khususnya.
Berkat adanya emansipasi dan perjuangan kaum wanita yang telah dirintis oleh
beberapa tokoh wanita seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien dan
sebagainya, membuat wanita tidak dipandang hanya mempunyai tugas dan kewajiban
mengurus kepentingan di dalam lingkungan rumah tangga, yang tidak perlu bekerja
secara profesional di luar tugas tersebut.
Namun,
mempunyai kewajiban serta kesempatan yang sama dengan kaum pria dalam
pembangunan di segala bidang. Perubahan ini telah memberi kesempatan baik bagi
wanita, tidak saja dalam hal untuk memperoleh kesempatan dan hak yang sama
dengan pria, seperti dalam bidang pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga
kesamaan dalam kesempatan untuk memimpin di dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Peranan wanita tidak saja untuk dipimpin, tetapi juga untuk memimpin.
Memimpin
berarti mampu untuk mengerakkan dan mempengaruhi orang lain dan erat
hubungannya dengan kepribadian dan teladan. Lalu, “mampukah wanita memimpin”?
Maka jawabannya adalah mengapa tidak. Pada hakikatnya tiap-tiap wanita adalah
seorang pemimpin dan melakukan kepemimpinannya dalam lingkungan masing-masing,
baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, dan dalam masyarakat. Dalam
berpartisipasi pada pembangunan masyarakat, wanita perlu membekali diri dengan
semangat juang, meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepemimpinan agar
dapat menggali dan menggerakkan sumber daya masyarakat sebagai potensi
masyarakat.
Kesamaan
dalam kesempatan untuk memimpin di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
membuat wanita Indonesia perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan
diikuti perubahan sikap positif, agar mampu menerima, memahami dan akhirnya
melaksanakan pembangunan nasional sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang
dituntut oleh kemajuan zaman. Sehingga, kaum wanita dapat selalu menegakkan
tonggak keterlibatannya dalam berbagai lapangan kehidupan manusia Dengan
demikian, kaum wanita mampu mengikuti derap langkah dan lajunya pembangunan
nasional seirama dengan kaum pria sebagai mitra sejajarnya tanpa meninggalkan
harkat, martabat, dan kodratnya sebagai wanita.
Pemimpin
perempuan dan pemimpin-pemimpin masa depan harus tidak didekte oleh apa yang
dianggap norma dalam masyarakat, yaitu kepemimpinan laki-laki. Perempuan tidak
bisa lagi sekedar berada diluar garis mengharap dikenal karena bekerja dengan
baik. Perempuan harus kokoh dalam menyuarakangagasan, penelitian, dan mengharap
diperlakukan secara adil. Pesan yang harus dikumandangkan adalah tidak ada
pemimpin perempuan, yang ada adalah hanya pemimpin, yaitu pemimpin yang siap
untuk efektif dalam posisi apapun. Wallahu
a’lam.
Oleh:
Laili Nuzuli Annur, Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah Walisongo Semarang
menarik! coba baca juga ini http://news.unair.ac.id/2021/11/18/yuliati-umrah-alumnus-fisip-unair-yang-masuk-daftar-80-pemimpin-strategis-dunia/
BalasHapus