Kader merupakan kekayaan organisasi yang paling berharga. Suatu organisasi tidak akan berarti bilamana tidak memiliki kader. Dan bisa juga organisasi tidak akan berarti bilamana memiliki banyak kader namun tidak memiliki kemampuan untuk menghidupkan organisasi tersebut. Faktor kualitas kader amatlah penting dalam sebuah organisasi. Kader berkualitas merupakan penjumlahan dari mutu-mutu kader yang menggerakkan suatu organisasi. Sedangkan secara kuantitas, banyaknya kader dalam organisasi juga sangat berpengaruh pada progresifitas kualitas kader. Maka dari itu, keduanya sangat diperlukan dalam pembentukan pola-pola perencanaan perkaderan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia. Mengingat fungsinya sebagai organisasi kader, maka seluruh aktivitas atau kegiatan HMI dikembangkan pada penggalian potensi kualitatif pribadi dan anggota-anggotanya dalam rangka melahirkan kader-kader yang militan, memiliki kedalaman pengetahuan, dan keimanan, serta memiliki kesetiaan pada organisasi. Dengan kata lain, HMI mempunyai peranan dalam mendidik dan mempersiapkan individu-individu untuk menjadi tulang punggung organisasi yang juga tidak dilupakan peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang berikhtiar menjadikan masyarakat adil makmur dalam mencapai cita-cita Bangsa Indonesia.
Arah perkaderan HMI tercermin dalam tujuan HMI, yaitu terbinanya individu yang memiliki kualitas insan cita (akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan Islam, serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarkat adil makmur yang diridhai Allah SWT). Namun ketika mengintip realita di era modern ini, catatan-catatan peran penting HMI hanya menjadi coretan tangan yang tidak dimengerti. Banyak kader HMI yang belum paham akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kader.
Dalam ber-HMI terdapat tiga komponen dasar yang menjadi nafas kehidupan organisasi ini. Pertama, nilai keislaman menjadi ruh jiwa HMI, karena HMI berazaskan Islam. Dalam hal ini, nilai keislaman yang tertanam pada diri kader HMI masih sangat minim. Kualitas keislaman kader akan terlihat pada saat prosesi screening LK II pada umumnya, karena dari situlah ia diuji kemampuannya untuk membaca dan menulis teks arab, alias kitab suci al-Qur’an. Bahkan beberapa cabang pun sudah memutuskan seleksi awal sebelum seleksi makalah pun adalah seleksi bacaan al-Qur’an yang dikirim lewat sosial media sebagai salah satu syarat mendaftar LK II. Artinya, literasi al-Qur’an dan ilmu keislaman sangat penting dimiliki kader HMI.
Namun tidak disangka, tidak semua kader HMI dapat membaca al-Qur’an, bahkan tidak sedikit jumlahnya. Meskipun ada juga kader yang dapat membaca dengan benar, bahkan menghafal dan memahaminya, namun jumlahnya tidak banyak. Bukan hanya itu, salat yang menjadi rukun Islam sekaligus sebagai identitas ritual islampun berani dilalaikan. Masih banyak lagi aspek-aspek keislaman kader HMI yang perlu ditingkatkan lagi agar sebutan Islam di HMI bukan hanya sekadar label organisasi. Meskipun jika dibandingkan dengan yang bukan HMI, kader HMI dirasa lebih unggul, namun masih tidak bisa menjadi alasan jika kader HMI memiliki ritual keislaman yang rendah.
Kedua, nilai intelektual yang terus berjalan dan berkembang sebagai pionir penjawab tantangan zaman di masa mendatang karena salah satu unsur insan cita HMI adalah insan akademis. Sedari dulu kader HMI memang terkenal dengan kemampuan intelektualnya, baik dibidang sosial, politik, agama, dan lainnya. Sehingga tidak heran jika banyak akademisi, politisi dan tokoh agama yang dalam sejarahnya tercatat sebagai kader HMI. Namun terlepas dari hal itu, kader-kader harusnya memiliki kesadaran yang tinggi dalam mengembangkan intelektualnya, karena melihat realita yang ada, bahwa tidak sedikit kader HMI yang jauh dengan literasi. Bahkan kesempatan berpolitik dalam HMI yang seharusnya merupakan proses untuk memahami dan mempelajari dinamika politik di masa yang akan datang malah menjadikan masalah tersendiri di organisasi ini.
Ketiga, semangat juang kader ditengah umat dan bangsa dalam menjalankan perannya, karena tujuan akhir HMI adalah mengharapkan terwujudnya masyarakata adil Makmur yang diridhai Allah SWT. Maka dari itu, berbagai macam kritik dan saran harus disampaikan sebagai evaluasi untuk menjadikan HMI yang lebih baik lagi. Untuk menjadi umat yang diridhai, pastinya tidak jauh-jauh dengan unsur keislaman, yang erat kaitannya dengan Tuhan. Ada banyak macam jalan untuk HMI supaya menjadi organisasi yang diridhai, salah satunya hadits shahih riwayat Thabrani dan Daruquthni yang menyatakan bahwa “sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Oleh karena itu, kader HMI sebagai kader muslim dituntut untuk tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, namun juga saudara seimannya.
Bukan hanya itu, pondasi dasar sebagai seorang muslim harus ditingkatkan. Bukan hanya melulu mengurus urusan duniawi. Urusan ukhrawi juga sangat perlu ditingkatkan untuk bekal di hari yang kekal. Sebagai seorang aktifis, organisasi merupakan wadah penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Oleh karena itu, para kader HMI diharapkan bisa berkontribusi penuh untuk mewujudkan tujuan HMI, bukan malah menjadi perusak di organisasi tua ini. Di ulang tahun yang ke-75 ini, semoga kualitas dan kuantitas kader HMI semakin meningkat, arah perjuangan kader HMI berada di jalan yang benar, dan menjadi pembawa manfaat bagi agama, negara dan umat. Wa Allahu a’lam bi al-shawab.
Oleh: Indah Nur Fadlillah, Ketua Umum Kohati HMI Korkom Walisongo Semarang