Perbincangan tentang covid-19 belum juga usai hingga hari ini. Sebab, virus yang tak kasat mata ini membawa dampak yang luar biasa besar terhadap negara yang ‘disinggahinya’, termasuk Indonesia. Sejak virus tersebut menyerang Indonesia, berbagai upaya dilakukan untuk memutus rantai penyebarannya yang kita kenal dengan istilah sosial distancing, lockdown atau istilah yang semisalnya. Tujuannya adalah untuk mengurang interaksi banyak orang yang dapat memberi akses penyebaran virus corona. Selama masa penanganan penyebaran virus ini, pemerintah menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk bekerja, belajar, beribadah, dan aktivitas-aktivtas lainnya di rumah.
Tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, pandemi virus corona turut berdampak pada sektor pendidikan. Kebijakan yang diambil oleh banyak negara termasuk Indonesia adalah meliburkan seluruh aktivitas pendidikan, sehingga membuat pemerintah dan lembaga terkait harus menemukan alternatif proses pendidikan bagi peserta didik maupun mahasiswa. Kemudian, pembelajaran secara daring (e-learning) adalah alternatif sementara yang digunakan.
Pendidikan merupakan bagian yang urgen bagi suatu negara. Maka pemerintah harus menaruh perhatian lebih terhadap permasalahan pendidikan di Indonesia. E-learning atau pembelajaran online memang bukan sesuatu yang baru dan sudah ada sejak lama. Terutama bagi kaum milenial yang sudah terbiasa mengoperasikan gadgetnya. Terlebih lagi, sudah lama Indonesia memasuki era revolusi 4.0. Kemajuan teknologi memberikan banyak keuntungan dan kemudahan untuk semua bidang, khususnya pendidikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya wabah covid-19 menjadi salah satu pendorong penerapan sistem serba online. Sehingga baik orang tua, pendidik maupun peserta didik ditutut untuk mampu memahami teknologi dan informasi serta cara mengimplementasikannya. Namun, tentu saja dalam pelaksanaannya timbul permasalahan yang tidak bisa dihindari. Sarana prasarana misalnya. Ketika Pemerintah menghimbau seluruh lapisan masyarakat untuk melakakukan proses pendidikan secara online, masih ada peserta didik dari keluarga yang kurang mampu tidak memiliki laptop atau smartphone. Selain itu masih ada daerah-daerah yang belum terjangkau internet. Sehingga peserta didik tidak mendapat hak pendidikan yang layak dan maksimal.
Terlepas dari hal tersebut, orang tua dan peserta didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkan pendidikan era revolusi 4.0 dengan menerapkan internet of things (IoT). Karena ada banyak keuntungan dan kemudahan yang bisa didapatkan. Keuntungan dari pembelajaran online adalah pembelajaran dapat diakses tanpa dibatasi ruang dan waktu, pendidik maupun peserta didik tidak perlu hadir ke sekolah atau kampus, cukup di rumah saja dapat melakukan proses pembelajaran sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Selain itu dapat meningkatkan kemandirian peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.
Transformasi pendidikan secara tradisional ke digital ini harus disikapi dengan bijak oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebab mau tidak mau, cepat atau lambat, masa itu akan datang kepada kita. Masa yang mengharuskan kita untuk melakukan segala sesuatu serba digital. Dan hal-hal yang serba tradisional lama kelamaan akan hilang dari peradaban. Maka pembiasaan diri terhadap teknologi mutlak dilakukan. Memang, generasi milenial sudah akrab terhadap teknologi namun masih perlu pengawasan-pengawasan yang intens oleh orang tua, sehingga dampak negatif dapat dihindari.
Di balik keuntungan-keuntungan yang ditawarkan oleh pembelajaran online, ada banyak hal yang tidak dapat digantikan oleh pembelajaran online. Kelas offline mengharuskan pendidik bertemu dengan peserta didik di sekolah atau kampus sehingga terjadi interaksi antara keduanya. Sehingga pendidik bisa menjelaskan kepada siswa atau mahasiswa yang komprehensif, dan peserta didik bisa menangkap pemahaman dengan utuh materi yang disampaikan. Selain itu, bagi siswa sekolah dasar yang masih membutuhkan banyak perhatian dan sentuhan seorang guru, maka lingkungan sekolah dibutuhkan untuk membentuk karakter siswa sejak kecil. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah juga mampu mempengaruhi tingkat keaktifan dan keterampilan seorang siswa. Misalnya adalah pramuka. Dalam kegiatan pramuka, siswa dilatih untuk disiplin, bertanggungjawab, dan bekerjasama. Ada juga permainan-permainan yang membuat siswa ceria dan tidak stress. Berbeda dengan pembelajaran online. Komnas Perlindungan Anak mendapat banyak aduan bahwa banyak anak-anak yang stress karena harus belajar di rumah. Karena belajar online hanya terfokus pada tugas-tugas saja, sehingga anak menjadi jenuh.
Selain itu, dalam pengerjaan tugas. Jika kelas online, seorang pendidik tidak dapat memastikan apakah peserta didiknya berbuat curang atau tidak. Berbeda dengan kelas offline, pendidik bisa melihat secara langsung bagaimana siswanya dalam menyelesaikan tugas. Tingkat fokus belajar antara kelas offline dan online juga berbeda. Tingkat fokus siswa dalam mengikuti pembelajaran secara offline lebih tinggi dibanding dengan kelas online. Kelas online memungkinkan adanya banyak notifikasi dari berbagai aplikasi yang ada di smartphone atau laptop, sehingga fokus pun teralihkan. Berbeda dengan kelas tatap muka, selain dituntut untuk memperhatikan materi, siswa atau mahasiswa juga diminta untuk mampu mengkritisi dan menyampaikan pendapat terhadap materi yang disampaikan oleh pendidik atau presentator. Itulah mengapa di Indonesia, kelas offline atau pembelajaran tatap muka masih dipandang sebagai pendidikan yang “sesungguhnya”.
Hingga hari ini covid-19 juga belum berakhir, peran lembaga pendidikan menjadi tidak optimal dengan pembelajaran online. Kondisi seperti ini akan mengganggu pencapaian kematangan siswa dalam meraih tujuan belajarnya. Maka peran orang tua di rumah sangat menentukan keberhasilan peserta didik. Covid-19 belum diketahui kapan waktu berakhirnya. Kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua dan peserta didik sangat dibutuhkan untuk mewujudkan generasi yang unggul. Wallahu a’lam bi al-shawwab.
Oleh: Ketua Kohati HMI Korkom Walisongo Semarang 2019/2020, Wakil Presiden Monash Institute, Wakil Direktur di Center for Woman, Gender, and Islamic Studies (CWGIS) Kota Semarang
Sumber: https://baladena.id/corona-dan-masa-depan-pendidikan-anak-bangsa/