Peran KOHATI-HMI dalam Menghadapai Problematika Keperempuanan

0
Laeli Nur Faizah

Era modern saat ini, masih banyak sekali perempuan-perempuan yang menuntut kesetaraan gender. Jika kita menilik keadaan tersebut, sebenarnya hal demikian sudah tidak relefan lagi untuk diperbincangakan, karena perempuan sudah mendapatkan segela sesuatu yang diperjuangkanya sejak datangnya Islam hingga Pejuang –pejuang perempuan. Misalakan dalam segi pendidikan, pekerjaan, Ekonomi, dan politik.
          Dalam dunia pendidikan, perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama, yakni wajib mengenyam pendidikan selama 12 tahun melalui pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP). (SINDONEWS.COM/2016) lalu di dunia kerja, perempuan pun memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki, boleh bekerja dimana saja sesuai keahlianya. Bahkan di bidang fashion, perempuan memiliki gaji yang lebih besar dari pada laki-laki, hal demikian sudah membuktikan kalo kedudukan perempuan dan laki-laki sudah tidak ada kesenjanagan lagi. Hanya saja, di dunia ekonomi, terkusus bisnis perempuan masih jauh  kesuksesanya dibandingkan seorang laki-laki.
          Lalu, dalam ranah politik, perempuan pun sudah diberikan ruang untuk berjuang di dalamnya. Namun, banyak perempuan yang masih merasa tertindas, karena hanya diberikan kuota 30% untuk duduk di prlemen, bukan 50% untuk didudukinya. Jika kita melihat realita yang ada, kuota 30% yang ditetapkan sebenarnya sudah terlalu cukup, sebab dari 30% tersebut masih banyak kursi yang kosong untuk diduduki para perempuan. Hal demikian dapat dibuktikan dari data Pemilu 2014-2019, dimana eksistensi perempuan di parlmen menurun, dari angka 18,2 persen atau 103 kursi pada 2009 menjadi 17,3 persen  tau 97 kursi pda 2014. (Berita satu. 18, Septemer 2015)
          Selain tidak terpenuhiya kuot 30% tersebut, sebenarnya kedudukn perempuan di bangku parlemen dapat dikatakn hnya sebagai formalitas saja, sebagaimana yang dikatakan oleh pengamat politik Universitas Nus Cendna Kupang, Balkis Soraya Tanof “rekruitmen Pileg perempuan hanya sebagai pemenuhan parlmen resoult Undang-undang kuota 30 persen dan fomalits, hal demikian dapat dilihat dari rekruitmen Caleg perempuan yang terkesan dadakan atau instan, tanpa ada pengkaderan yng serius bagi para calon politisi perempun”.
          Selain demikian, menutut Balkis Soraya kegagalan Caleg perempuan diantaranya adalah, keterbatasan ekonomi kaum perempuan, relasi sosial yag terbatas, serta kendala ideologis dan sosiologis yang memandang perempuan tidak pantas untuk terjun ke dunia politik. Sementara secara sikologis beban dan peran ganda perempuan dalam rumah tangga, ditamah lagi aktivitas politik membut caleg perempun utuk kesulitan menggalang dukungan.
Peran KOHATI   
Melihat realita tersebut, wajiblah hati KOHATI terketuk utuk masuk ke dalam ranah politik dan memperikinya, sebab yang faham masalah perempuan hanyalah perempuan itu sendiri, misalka kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan anak, pernikahan di usia dini, dll.
Untuk terjun ke dunia politik, perempuan haruslah memiliki bekal yang cukup, misalkan dari segi intlektual, ekonomi, dan emosional, dan tuntas urusan domestik. Bekal intlektual tersebut dibutuhkan tidak lain adalah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyak, karena kehadira perempuan diharapkan unutuk memperbaiki politik, bukan untuk mersaknya. Ekonomi untuk menunjang finansial diri agar tidak mengandalkan gaji dari kedudukanya, sehingga korupsi yang seing dikibatkan oleh perempuan tidak ada lagi.
 Lalu perempun juga harus memiliki emosional yang baik untuk berkomunikasi dengan lingungan sekitar, agar banyak orang yang bersimpati dan memercayainya, kemudian dalam masalah domestik perempuan juga harus beres, karena kodrat seorang perempuan adalah seorang ibu dan pelayan bagi suaminya, bukan malah anak tidak terurus gara-gara politik dan suami digugat cerai.
KOHATI, sebagai organisasi perkaderan yang memiliki visi “Muslimah yang Bekualitas Insan Cita (Insan akademis, pencipta, pengbdi, benafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas tewujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah dan mendapat Ridlo Allah)” haruslah mampu utuk menyeleaikan prolematik tersebut.
Untuk menyelesaikan problem tersebut, KOHATI bisa mepersiakan kader-kadernya mulai sejak awal ia masuk KOHATI, misalkan dengan membangun sains politik sejak awak berproses. Kemudian membekalinya dengan kajian pra nikah, agar tatkala dia berpolitik dan menjadi ibu ruah tangga bisa mengaturnya. Selain itu, kader KOHATI juga harus dilatih bebisnis, supaya berdikari tanpa harus mengndalkan gaji negara, dan yang teakir memilii kemampuan berkomunikasi yang baik. Wall

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top